Pengais Rizeki
Assalamualaikum wr.wb.
Telah lama aku tak mengutak-atik blogku ini, telah lama pula aku tidak menggoreskan kisah-kisah perjalanan hidupku. Semua lika-liku kehidupan belum sempat aku ukir dan aku abadikan dalam blog ini. Seperti lirik lagu dalam almh. Aldarisama bahwa hidup ini adalah panggung sandiwara yang ceritanya mudah berubah. Kita harus siap dengan peran yang kita jalani sesuai dengan tuntutan skenario yang telah lama digariskan. Aku mencoba mensyukuri apa yang telah aku dapatkan meski itu hal yang kecil. Aku teringat dengan kata dalam seponsor yang muncul dilayar kaca "apapun bila disyukuri pasti ada saja niknatnya" dan itu yang membuatku sedikit lebih tegak.
Dikala itu aku baru saja lulus dari SMA th ini(2011) dan langsung pindah ke Depok agar aku bisa hidup bersama anggota keluarga yang lain. Aku masih belum bisa menghasilkan uang sendiri, aku belum memiliki pekerjaan yang pasti. Sebelum beberapa hari datangnya bulan ramadhan aku putuskan untuk terjun didunia pinggiran, aku ingin membantu orang tuaku agar beliau tidak susah meski beliau tidak merasakan kesusahan olehku dan aku terus didorong agar tidak berkecil hati. Aku memaksa agar aku diizinkan untuk terjun di dunia pemulung bersama ibuku. Aku tidak tega bila melihat ibuku bekerja sendirian, sudah lama beban yang beliau pikul baik materil maupun non materil. Aku berkata kepada ibuku" bila ibu tidak mengijinkan aku, aku akan balik ke kampung" akhirnya ibu memperbolehkanku.
Berlahan aku susuri jalan-jalan raya mengais setiap barang yang dapan dijual kembali pada pengepul. Aku pungut botol,gelas plastik yag tercecr dijalanan. Aku harus jeli agar barng tersebut tidak luput dari tangkapan mata, bukan hanya faktor barang dan kondisi cuaca yang menjadi penghalang melainkan kita aku harus bersaing dengan para pemulung yang lain. Jumlah lapak yang ada di kota Depok ini tegolong banyak dan dihuni oleh pemulung yang lebih banyak lagi. Harus berkejar-kejaran agar barang yang ada pada jalur yang kita lalui tidak habis disapu bersih oleh yang lain yang pastinya membuat saya mendapatkan barang yang tidak banyak. Aku melakukan penimbangan setiap dua minggu sekali, alhamdulillah per dua minggu aku mendapatkan dua ratus ribu lebih, melebihi hasil yang diperoleh ibuku. Malam demi malam seiring bergulirnya waktu hingga aku teringat suatu malam ketika aku menjalani rutinitas dan ibuku pergi ke hajatan bersama keluarga lapak mbah.Mo, ibu dalam mobil melihat aku memikul karung besar yang berisi barang yang banyak sehingga aku tampak keberatan membawanya. Disitu ibuku harus mencucurkan air matanya. Beliau menangis, beliau sesenggukan tak tega melihat anaknya menjabat sebagai pemulung yang mencari rizkinya dari uluran orang lain dan tempat-tempat pembuangan. Mau bagaimana lagi ini sudah menjadi resiko disetiap keputusan yang telah diambil. Aku harus mengakui itu semua amat berat. Terasa betapa beratnya hidup dalam kondisi demikian. Berat rasanya seolah dada ini ada yang menekan hingga sulit untuk bernapas. Tapi aku harus bersyukur atas semua ini, dari situ aku mengerti arti syukur sesungguhnya walau tidak mudah karena masih ada yang mengganjal didalam dada ini. Sempat aku beririh hati kepada teman-temanku yang lain, karena mereka semua sedang asyik dalam menuntut ilmu, kuliah diperguruan tingggi yang terkenal, mendapatkan temanbaru, sahabat baru dan berkecimpung di didunia perkuliahan dengan segalah warna-warninya yang mengesankan. aku berpikir" enak ya bisa kuliah dan bergaul dengan satu angkatan yang notabene sama-sama sebagai mahasiswa". Tiba-tiba aku sadar bahwa tidak semua yang kita inginkan itu baik untuk kita, begitu juga sebaliknya yang terbaik untuk kita kadang tidak sesuaiu dengan keinginan hati. Rasa rindu juga turut menyelimuti hati, hal yang wajar yang dialami oleh seseorang yang baru saja lulus dan tidak bertemu dengan sahabat teman yang dulu selalu bersama kita. Ternyata hanya melalui foto mereka dengan segala keceriaanya itu mampu memberkan kesejukan dalam hati ini ketika dilanda oleh kegersangan rindu.
Aku melakoni peran ini selama satu bulan lebih dan tepat hari raya Idul Fitri aku berhenti mencoba profesi yang lain. Aku tidak ingin menjalani profesi itu terus-menerus. Kalau bolemenitipkan pesan kepada yang lain, syukuri apapun yang ada karena itu akan mendatangkan kebahagiaan dan tetap berpegang teguhlah pada islam. Allah tidak tudur, Allah tidak tuli, Dan Allah maha pengabul semua doa bila kita yakin sepenuh hati. Jangan menyerah.
Telah lama aku tak mengutak-atik blogku ini, telah lama pula aku tidak menggoreskan kisah-kisah perjalanan hidupku. Semua lika-liku kehidupan belum sempat aku ukir dan aku abadikan dalam blog ini. Seperti lirik lagu dalam almh. Aldarisama bahwa hidup ini adalah panggung sandiwara yang ceritanya mudah berubah. Kita harus siap dengan peran yang kita jalani sesuai dengan tuntutan skenario yang telah lama digariskan. Aku mencoba mensyukuri apa yang telah aku dapatkan meski itu hal yang kecil. Aku teringat dengan kata dalam seponsor yang muncul dilayar kaca "apapun bila disyukuri pasti ada saja niknatnya" dan itu yang membuatku sedikit lebih tegak.
Dikala itu aku baru saja lulus dari SMA th ini(2011) dan langsung pindah ke Depok agar aku bisa hidup bersama anggota keluarga yang lain. Aku masih belum bisa menghasilkan uang sendiri, aku belum memiliki pekerjaan yang pasti. Sebelum beberapa hari datangnya bulan ramadhan aku putuskan untuk terjun didunia pinggiran, aku ingin membantu orang tuaku agar beliau tidak susah meski beliau tidak merasakan kesusahan olehku dan aku terus didorong agar tidak berkecil hati. Aku memaksa agar aku diizinkan untuk terjun di dunia pemulung bersama ibuku. Aku tidak tega bila melihat ibuku bekerja sendirian, sudah lama beban yang beliau pikul baik materil maupun non materil. Aku berkata kepada ibuku" bila ibu tidak mengijinkan aku, aku akan balik ke kampung" akhirnya ibu memperbolehkanku.
Berlahan aku susuri jalan-jalan raya mengais setiap barang yang dapan dijual kembali pada pengepul. Aku pungut botol,gelas plastik yag tercecr dijalanan. Aku harus jeli agar barng tersebut tidak luput dari tangkapan mata, bukan hanya faktor barang dan kondisi cuaca yang menjadi penghalang melainkan kita aku harus bersaing dengan para pemulung yang lain. Jumlah lapak yang ada di kota Depok ini tegolong banyak dan dihuni oleh pemulung yang lebih banyak lagi. Harus berkejar-kejaran agar barang yang ada pada jalur yang kita lalui tidak habis disapu bersih oleh yang lain yang pastinya membuat saya mendapatkan barang yang tidak banyak. Aku melakukan penimbangan setiap dua minggu sekali, alhamdulillah per dua minggu aku mendapatkan dua ratus ribu lebih, melebihi hasil yang diperoleh ibuku. Malam demi malam seiring bergulirnya waktu hingga aku teringat suatu malam ketika aku menjalani rutinitas dan ibuku pergi ke hajatan bersama keluarga lapak mbah.Mo, ibu dalam mobil melihat aku memikul karung besar yang berisi barang yang banyak sehingga aku tampak keberatan membawanya. Disitu ibuku harus mencucurkan air matanya. Beliau menangis, beliau sesenggukan tak tega melihat anaknya menjabat sebagai pemulung yang mencari rizkinya dari uluran orang lain dan tempat-tempat pembuangan. Mau bagaimana lagi ini sudah menjadi resiko disetiap keputusan yang telah diambil. Aku harus mengakui itu semua amat berat. Terasa betapa beratnya hidup dalam kondisi demikian. Berat rasanya seolah dada ini ada yang menekan hingga sulit untuk bernapas. Tapi aku harus bersyukur atas semua ini, dari situ aku mengerti arti syukur sesungguhnya walau tidak mudah karena masih ada yang mengganjal didalam dada ini. Sempat aku beririh hati kepada teman-temanku yang lain, karena mereka semua sedang asyik dalam menuntut ilmu, kuliah diperguruan tingggi yang terkenal, mendapatkan temanbaru, sahabat baru dan berkecimpung di didunia perkuliahan dengan segalah warna-warninya yang mengesankan. aku berpikir" enak ya bisa kuliah dan bergaul dengan satu angkatan yang notabene sama-sama sebagai mahasiswa". Tiba-tiba aku sadar bahwa tidak semua yang kita inginkan itu baik untuk kita, begitu juga sebaliknya yang terbaik untuk kita kadang tidak sesuaiu dengan keinginan hati. Rasa rindu juga turut menyelimuti hati, hal yang wajar yang dialami oleh seseorang yang baru saja lulus dan tidak bertemu dengan sahabat teman yang dulu selalu bersama kita. Ternyata hanya melalui foto mereka dengan segala keceriaanya itu mampu memberkan kesejukan dalam hati ini ketika dilanda oleh kegersangan rindu.
Aku melakoni peran ini selama satu bulan lebih dan tepat hari raya Idul Fitri aku berhenti mencoba profesi yang lain. Aku tidak ingin menjalani profesi itu terus-menerus. Kalau bolemenitipkan pesan kepada yang lain, syukuri apapun yang ada karena itu akan mendatangkan kebahagiaan dan tetap berpegang teguhlah pada islam. Allah tidak tudur, Allah tidak tuli, Dan Allah maha pengabul semua doa bila kita yakin sepenuh hati. Jangan menyerah.
Komentar